Manajemen Koperasi


BAB 4
STATEGIK, KEBIJAKSANAAN DAN TAKTIK USAHA KOPERASI

4.1 PRASYARAT
Harry S. Freedman (1999), mengemukakan bahwa manajemen usaha-usaha kecil itu biasanya “terlalu banyak yang hendak/harus dikerjakan tetapi terlalu sedikit waktu yang tersedia”. Ini mungkin karena soalnya begitu ppelik atau mungkin yang mengerjakannya tidak mempunyai kapasitas/kemampuan untuk itu baik diukur dari kegiatan-kegiatannya (actions) maupun dari batasan waktu yang sebenarnya. Diakui bahwa memang sebenarnya. Diakui bahwa memang terdapat batasan-batasan dana, waktu dan personalia dalam badan-badan usaha yang relatif kecil termasuk koperasi.
Dasar-dasar manajemen menurut Ace Partadireja (1999) ditunjukkan tabel berikut:
Henry Fayol
Koontz O. Donnel
1.      Pembagian kerja
2.      Kekuasaan dan tanggungjawab
3.      Disiplin
4.      Kesatuan perintah
5.      Pengarahan
6.      Subordinasi kepentingan gelongan
7.      Renumerisasi/insentif/motivasi
8.      Sentralisasi
9.      Hubungan skalar
10.  Perintah
11.  Kesamaan
12.  Stabilitas
13.  Inisiatif
14.  Esprit de Corps
1.      Pembagian kerja
2.      Kekuasaan dan tanggungjawab
3.      Kesatuan perintah
4.      Pengarahan
5.      Kesatuan tujuan
6.      Keseimbangan
7.      Hubungan skalar
8.      Batasan fungsi
9.      Efisiensi
10.  Span of management
11.  Management by exception
12.  Pembinaan laporan
13.  Feasibility
14.  Kontinuitas
15.  Kepemimpinan




4.2 PERENCANAAN
Dalam perencanaan proses usaha ini perlu ditentukan tujuan proses sedemikian rupa sehingga serasi dengan tujuan koperasi pada umumnya. Apabila tidak demikian halnya masing-masing bagian nanti akan mencapai tujuannya sendiri-sendiri.
Setelah ditentukan tujuan maka perlulah digariskan strategi kebijaksanaan dan taktik pencapaian tujuan itu. Baik penentuan tujuan maupun strategi dijalankan dengan bantuan metode (proses) teknik “ilmiah” tertentu misalnya proses pengambilan keputusan secara rasional yang telah dikemukakan di muka.

4.3 PENGORGANISASIAN
Dalam rangka pengorganisasian proses usaha ini perlu digariskan secara jelas:
a.       Fungsi dan pembagian fungsi ke dalam:
1)      Fungsi vertikal;
2)      Fungsi horizontal
Sekaligus ditentukan, 
b.      Hubungan fungsi, yaitu tentang:
1)      Tanggungjawab jabatan;
2)      Kekuasaan jabatan;
3)      Pelaporan; dan
c.       Struktur organisasi usaha yang dipilih;
1)      Garis, atau
2)      Garis dan staf; atau
3)      Fungsional.

Sehingga diperoleh “wadah” yang baik untuk masing-masing proses usaha tersebut.

4.4 PENGARAHAN
Pengarahan meliputi usaha-usaha memberikan perintah-perintah yang dikomunikasikan sedemikian rupa agar yang diminta untuk melaksanakan tindakan itu setelah dimotivasi tidak merasa dirinya diperintah bahkan dengan sukarela menjalankan kegiatan-kegiatan yang kreatif inovatif. Pada hakikatnya diusahakan agar tercipta suasana “followership” di kalangan anggota sehingga tujuan akan dapat dicapai dengan relatif lebih mudah. 


4.5 KOORDINASI
Koordinasi merupakan usaha meniadakan kompleksa hubungan antar bagian atau individu didalam suatu organisasi. Kalau organisasi koperasi relatif kecil maka koordinasi ini dapat dicapai dengan pembinaan informasi “face-to-face”, informal sifatnya. Sedang apabila organisasi bertambah besar maka perlu dibentuk panitia-panitia (adhoc) yang menciptakan program-program tertentu beserta followupnya sekali.
Pada hakikatnya koordinasi didasari oleh komunikasi timbal-balik dan ingin diperoleh kepemimpinan (leadership) yang stabil sehingga timbul keamanan serta ketenangan bekerja mencapai tujuan-tujuan. Koordinasi ditujukan mendatar antara proses-proses usaha dan vertikal menelusuri hirarki pelaksanaan satu-satu proses usaha.

4.6 PENGAWASAN
Bila kita berusaha “memperbaiki” sikap serta tingkah laku para anggota koperasi agar “mereka” itu mempunyai pandangan terpadu terhadap koperasinya. Berbagai cara dapat diperlakukan. Tentunya pengurus dapat menentukan “cara” mana yang paling ampuh untuk mengikat mereka (secara persuasif) agar mempunyai kesatuan tujuan dengan organisasi (koperasi)nya, misalnya dalam rangka:
a.       Penarikan anggota;
b.      Mengembangkan;
c.       Memberikan kompensasi;
d.      Mengadakan integrasi;
e.       Mempertahankan anggota.

Dimuka telah disinggung tentang proses usaha berupa kegiatan personalia dengan berbagai unsurnya. Proses-proses usaha yang lain dengan aspek-aspeknya dapat dikemukakan di bawah ini:
Proses pemasaran dengan aspek-aspek
a.       Fisik
-         Pengangkutan
-         Penyimpanan
-         Grading dan standarisasi
-         Packaging
b.      Transfer milik
-         Mempertemukan penjual dengan pembeli
-         Pembelanjaan
-         Pertanggungan resiko

Proses produksi dengan aspek:
a.       Design:
1)      Perencanaan produksi
2)      Layout pabrik
3)      Pengendalian bahan
4)      Penelitian dan pengembangan produk
5)      Lingkungan kerja dan standar
b.      Proses
1)      Pengendalian bahan
2)      Pengaturan persediaan bahan
3)      Pemeliharaan dan pengantian mesin
c.       Pengawasan 
1)      Persediaan
2)      Produksi
3)      Kualitas
4)      Ongkos produksi

Proses pembelajaran dengan aspek-aspek:
a.       Pembelanjaan pasif-sumber modal:
b.      Pembelanjaan aktiva tetap
c.       Perencanaan pembelanjaan dan pengurusannya (budget-budget)
d.      Analisa rasio laporan finansial

Proses akuntansi dan administrasi dengan aspek-aspek:
a.       Akuntansi financial
b.      Audit dan internal control
c.       System akuntansi
d.      Manajemen akuntansi

BAB 5
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KOPERASI

5.1 Strategi dan Program-Program Koperasi
Strategi kebijaksanaan pembinaan kelembagaan koperasi dan pengembangan usaha koperasi dan program-program yang antara lain :
a.       Pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi para pengurus, manajer, karyawan, anggota badan pemeriksa, kader koperasi dan petugas konsultasi koperasi lapangan (PKKL);
b.      Bimbingan dan konsultasi untuk meningkatkan tertib organisasi terutama dalam penyelenggaraan rapat anggota tahunan (RAT);
c.       Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen koperasi;
d.      Meningkatkan kemampuan penerapan sistem akuntansi koperasi.
e.       Meningkatkan kemampuan pengawasan internal koperasi primer;
f.        Meningkatkan partisipasi aktif anggota;
g.       Penyediaan informasi usaha;
h.       Pelaksanaan kegiatan praktik kerja atau magang bagi para pengelola usaha KUD;
i.         Pelaksanaan kegiatan studi banding bagi para manajer koperasi untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mereka;
j.        Penyuluhan untuk meningkatkan produktivitas usaha anggota melalui pendekatan kelompok; serta
k.      Penyediaan sarana usaha koperasi dalam rangka meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan koperasi kepada anggota dan masyarakat sekitarnya di daerah tertinggal, transmigrasi, perbatasan dan terisolasi. 

Disamping pembinaan kelembagaan koperasi dan pengembangan usaha koperasi perlu pula didorong kerjasama dan kemitraan antara koperasi dengan BUMN dan swasta dengan :
a.       meningkatkan kegiatan temu usaha;
b.      meningkatkan penghimpunan dan penyaluran dana yang bersala dari penyisihan 1-5 persen laba bersih BUMN untuk pembinaan koperasi;
c.       memperluas kesempatan pemilikan saham perusahaan swasta yang sehat oleh koperasi terutama untuk koperasi-koperasi primer termasuk KUD disekitar lokasi kerja perusahaan, serta untuk koperasi yang mempunyai kaitan usaha dibidang produksi ataupun dibidang distribusi dengan perusahaan swasta yang bersangkutan.

5.2 Karakteristik Permasalahan Koperasi
1)      Bertambahnya persaingan dari badan usaha lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditanganioleh koperasi misalnya usaha huller;
2)      Karena dicabutnya fasilita-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksan mencari sendiri ke dolog;
3)      Tantangan masyarakat sendiir terhadap koperasi, karena kegagalan pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
4)      Adanya peraturan-peraturan pemerintah (daerah) yang mencampuri kehidupan koperasi.
5)      Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarng tidak dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
6)      Mengidentifikasi soal-soal yang datangnya dari dalam koperasi.
7)      Kebanyakan pengurus koperasi sudah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
8)      Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa focus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan.
9)      Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
10)  Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat;
11)  Bahwa administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap;
12)  Anggota kebanyakan kurang solidaritasnya untuk berkoperasi;
13)  Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas, akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha-usaha besar-besaran.

5.3 Kemampuan Koperasi Memecahkan Persoalan
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab:
a.       adanya kenyataan bahwa para pengurus atau anggota koperasi sudah “terbiasa” dengan system penjatahan sehingga mereka dulu tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “salles market” berhubung pemerintah melaksanakan politik isolasi.
b.      Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skill dalam manajemen.
c.       Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manupulasi” tertentu, misalnya dalam alokasi order/tugas-tugas karena kecilnya kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
d.      Sebenarnya yang penting adalah adanya kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi oleh karena anggota berusaha secara individual (tak percaya “lagi” pada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dengan koperasi dan seterusnya, sehingga soal yang dihadapi koperasi sebagai suatu system pada hakikatnya adalah “soal pengurus”.

5.4 Kebijakan Pembangunan Koperasi
Adapun kebiajakan pemerintah dalam pembangunan koperasi dalam pelita IV secara terinci adalah sebagai berikut:
a.       pembangunan sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat diarahkan agar makin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien dan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat.
b.      Pelaksanaan fungsi dan peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya peningkatan semangat kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional.
c.       Peningkatan koperasi didukung melalui pemberian kesempatan berusaha yang seluas-luasnya disegala sektor kegiatan ekonomi, baik didalam negeri maupun diluar negeri, dan menciptakan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperoleh permodalan.
d.      Kerjasama antar-koperasi dan antara koperasi dengan usaha negara dan usaha swasta sebagai mitra usaha dikembangkan secara lebih nyata untuk mewujudkan kehidupan perekonomian berdasarkan demokrasi ekonomi yang dijiwai semangat dan asas kekeluargaan, kebersamaan, kemitraan usaha, dan kesetiakawanan, serta saling mendukung dan saling menguntungkan.

5.5 Sasaran Pembangunan Koperasi
Beberapa sasaran utama pengembangan koperasi yang hendak ditempuh pemerintah dalam era PJP II ini adalah sebagai berikut:
a.       Pengembangan usaha
Pengembangan usaha koperasi lebih ditekankan pada upaya peningkatan kemampuan koperasi dalam menciptakan lapangan usaha dan memanfaatkan peluang usaha yang ada.
b.      Pengembangan sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia koperasi, dalam kaitannya dengan tantangan yang dihadapi oleh koperasi dimasa depan, adalah masalah utama. Karena itu, koperasi harus mampu mengantisipasi pola pendidikan dan latihan sumber daya manusianya yang paling sesuai dengan kebutuhan pengembangannya.
c.       Peran pemerintah
Pemerintah bekerja sama dengan gerakan koperasi selalu berupaya memainkan peranan yang mendorong pengembangan koperasi. Peran pemerintah diperlukan untuk menyelenggarakan pembinaan untuk mengembangkan prakarsa dan kreativitas masyarakat. Peran pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah dibidang pembinaan.
d.      Kerjasama internasional
Kerjasama internasional dibidang perkoperasian dilakukan misalnya dalam bentuk pertukaran tenaga ahli koperasi dengan negara-negara lain, kerjasama di bidang konsultasi mengenai usaha dan manajemen koperasi, pendidikan dan pengembangan perkoperasian.

5.6 Pola Pembangunan Koperasi
Pola umum pembangunan koperasi dalam era PJP I sebagaimana berikut ini:
a.       Modal dan potensi dalam negeri perlu dimanfaatkan untuk mendorong partisipasi golongan ekonomi lemah dalam pembangunan nasional.
b.      Koperasi harus dapat memainkan peranan yang lebih besar dan nyata dalam sistem ekonomi indonesia.
c.       Pengembangan koperasi diperlukan untuk mengurangi terjadinya ketimpangan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari penguasaan perekonomian nasional oleh sebagian kecil masyarakat (yang mempunyai modal).
Beberapa kriteria kualitatif tentang pola pembangunan koperasi dalam era PJP II, yaitu sebagaimana diusulkan oleh lembaga manajemen FE UI (1994) adalah sebagai berikut:
a.       Koperasi harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi kecendrungan perubahan lingkungan.
b.      Koperasi harus mampu bersaing dengan kekuatan ekonomi bukan koperasi.
c.       Pengurus dan manajer koperasi harus berjiwa wiraswasta.
d.      Koperasi harus mampu mengembangkan sumberdaya manusia.

5.7 Rencana Pengembangan Koperasi pada PJPT II
Dengan telah adanya UU Nomor 25/1992 dan GBHN 1993 maka diharapkan pengembangan koperasi di indonesia akan makin mantap.


5.7.1 Arahan GBHN 1993
Pembangunan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat diarahkan agar koperasi makin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien dan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat. Koperasi sebagai badan usaha yang makin mandiri dan andal harus mampu memajukan kesejahteraan ekonomi anggotanya. Pembangunan koperasi juga diarahkan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang didukung oleh jiwa dan semangat yang tinggi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi sokoguru perekonomian nasional yang tangguh. Koperasi di perdesaan perlu dikembangkan mutu dan kemampuannya, dan perlu makin ditingkatkan peranannya dalam kehidupan ekonomi di perdesaan.

Pelaksanaan fungsi dan peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya peningkatan semangat kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional. Peran aktif masyarakat dalam menumbuhkem­bangkan koperasi terus ditingkatkan dengan meningkatkan kesadar­an, kegairahan, dan kemampuan berkoperasi di seluruh lapisan masyarakat melalui upaya penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan. Fungsi dan peranan koperasi juga menjadi tanggung jawab lembaga gerakan koperasi sebagai wadah perjuangan kepentingan dan pembawa aspirasi gerakan koperasi, bekerja sama dengan Pemerin­tah sebagai pembina dan pelindung.

Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesem­patan berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan pencip­taan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan rakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya    boleh diusahakan oleh koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wila­yah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi agar tidak dima­suki oleh badan usaha lainnya dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka pemerataan kesempat­an usaha dan kesempatan kerja.

Kerja sama antarkoperasi dan antara koperasi dengan usaha negara dan usaha swasta sebagai mitra usaha dikembangkan secara lebih nyata untuk mewujudkan kehidupan perekonomian berdasar­-kan demokrasi ekonomi yang dijiwai semangat dan asas kekeluar­gaan, kebersamaan, kemitraan usaha, dan kesetiakawanan, serta saling mendukung dan saling menguntungkan. Potensi koperasi untuk tumbuh menjadi usaha skala besar terus ditingkatkan, antara lain melalui perluasan jaringan usaha koperasi, pemilikan saham, keterkaitan dengan usaha hulu dan usaha hilir, baik dalam usaha negara maupun usaha swasta.


5.7.2 Sasaran
1.    Sasaran PJP II
GBHN 1993 menetapkan bahwa sasaran pembangunan kopera-si dalam PJP II adalah terwujudnya koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri serta sebagai sokoguru perekonomian nasional yang merupakan wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat di semua kegiatan perekonomian nasional sehingga mampu berperan utama dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan kese­jahteraan rakyat.

2.    Sasaran Repelita VI
Sasaran pembangunan bidang ekonomi dalam Repelita VI di antaranya adalah tertata dan mantapnya kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi makin efisien serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar dalam masyarakat. Adapun sasaran pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah koperasi yang makin maju, makin mandiri dan makin berakar dalam masya­rakat, serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat.
Sesuai dengan sasaran tersebut di atas, ditetapkan sasaran operasional pembangunan koperasi dalam Repelita VI, yaitu makin meningkatnya kualitas sumber daya manusia koperasi yang berdampak pada makin meningkatnya kemampuan organisasi dan manajemen koperasi, makin meningkatnya partisipasi aktif anggota, serta makin meningkatnya pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan teknologi tepat; makin kukuhnya struktur permo­dalan koperasi; makin kukuhnya jaringan usaha koperasi secara horizontal dan vertikal; serta makin berfungsi dan berperannya lembaga gerakan koperasi. Dengan demikian, diharapkan daya saing koperasi dan kesejahteraan anggota koperasi makin mening­kat pula.

Selain sasaran operasional yang bersifat umum tersebut, dite­tapkan sasaran pengembangan koperasi di perdesaan dan di perko­taan.

Sasaran pengembangan koperasi di perdesaan adalah makin berkembangnya koperasi di perdesaan/KUD yang mampu memberi­kan kesempatan dan menumbuhkan prakarsa masyarakat perdesaan untuk meningkatkan usaha sesuai dengan kebutuhan mereka serta sekaligus mampu memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka; makin menyebarnya KUD mandiri di seluruh pelosok tanah air; makin meningkatnya kualitas KUD mandiri yang telah ada sehingga kemandiriannya makin mantap; makin meningkatnya kemampuan usaha dan peran kopera­si di perdesaan/KUD untuk mendorong berkembangnya agrobisnis, agroindustri, industri perdesaan, jasa keuangan, dan jasa lainnya termasuk penyediaan kebutuhan pokok; makin berkembangnya koperasi sekunder yang secara khusus menangani komoditas tertentu, terutama yang mempunyai nilai komersial tinggi untuk pasar dalam dan luar negeri sesuai dengan potensi masyarakat setempat; makin meningkatnya kualitas pelayanan usaha koperasi di perdesaan/KUD kepada para anggotanya dan masyarakat di daerah tertinggal, terisolasi, terpencil, perbatasan, dan permu­-kiman transmigrasi; serta makin luas dan kukuhnya jaringan kerja sama antarkoperasi, dan kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.

Secara kuantitatif sasarannya adalah terwujudnya 2.700 KUD mandiri baru dalam rangka terwujudnya minimal satu buah KUD mandiri pada setiap kecamatan; makin mantapnya 5.000 KUD mandiri untuk berfungsi sebagai pusat pengembangan perekonomi­-an di perdesaan sehingga mampu menggerakkan, mengelola, dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan, kesempatan usaha, dan lapangan kerja di perdesaan; serta terwujudnya minimal satu buah KUD mandiri inti yang mampu mengelola komoditas andalan di setiap kabupaten dan berperan sebagai pusat pengembangan koperasi lain di sekitarnya.

Sasaran pengembangan koperasi di perkotaan adalah makin berkembangnya koperasi yang berbasis konsumen yang mampu melayani kebutuhan pokok anggota dan masyarakat di daerah permukiman rakyat; makin berkembangnya koperasi karyawan, koperasi pegawai negeri, dan koperasi di lingkungan ABRI; makin berkembangnya koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam kope­rasi dan koperasi jasa keuangan lainnya; makin berkembangnya koperasi jasa di berbagai bidang; makin meningkatnya kualitas pelayanan koperasi kepada anggota dan masyarakat di daerah perkotaan yang tertinggal; serta makin luas dan kukuhnya jaringan kerja sama antarkoperasi, dan kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.

5.7.3 Kebijaksanaan
Secara khusus, kebijaksanaan pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah sebagai berikut.

Pertama, meningkatkan akses dan pangsa pasar, antara lain dengan meningkatkan keterkaitan usaha, kesempatan usaha dan kepastian usaha, memperluas akses terhadap informasi usaha, mengadakan pencadangan usaha, membantu penyediaan sarana dan prasarana usaha yang memadai, serta menyederhanakan perizinan. Upaya ini ditunjang dengan menyusun berbagai peraturan perun­dang-undangan yang mendukung pengembangan koperasi, dan menghapuskan peraturan perundang-undangan yang menghambat perkembangan koperasi, serta mengembangkan sistem pelayanan informasi pasar, harga, produksi, dan distribusi yang memadai.

Kedua, memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur permodalan dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi, antara lain dengan meningkatkan jumlah pagu dan jenis pinjaman untuk koperasi; mendorong pemupukan dana internal koperasi; menciptakan berbagai kemu­dahan untuk memperoleh pembiayaan dan jaminan pembiayaan; mengembangkan sistem perkreditan yang mendukung dan sesuai dengan kepentingan koperasi pada khususnya dan perekonomian rakyat pada umumnya; mengembangkan sistem pembiayaan terma­suk lembaga pengelola yang sesuai untuk itu, dalam rangka menyebarkan dan mendayagunakan sumber dana yang tersedia bagi koperasi dan gerakan koperasi, yaitu antara lain yang berasal dari penyisihan laba bersih BUMN, penyertaan modal Pemerintah, imbalan jasa (fee) yang diterima KUD dari pelaksanaan program Pemerintah, serta dana lainnya yang berasal dari gerakan koperasi; serta mengembangkan berbagai lembaga keuangan yang mendu­kung gerakan koperasi, antara lain Perum PKK, lembaga asuransi usaha koperasi, lembaga pembiayaan koperasi, dan lembaga modal ventura, agar makin mampu melayani kebutuhan keuangan untuk pengembangan usaha anggota koperasi. Kebijaksanaan ini men­cakup upaya pendayagunaan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang sudah ada.

Ketiga, meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen, antara lain dengan meningkatkan kemampuan kewirausahaan dan profesionalisme anggota, pengurus, pengawas, dan karyawan koperasi; mendorong koperasi agar benar-benar menerapkan prin­sip koperasi dan kaidah usaha ekonomi; mendorong proses pe­ngembangan karier karyawan koperasi; mendorong terwujudnya tertib organisasi dan tata hubungan kerja yang efektif; mendorong berfungsinya perangkat organisasi koperasi; meningkatkan parti­sipasi anggota; mendorong terwujudnya keterkaitan antarkoperasi, baik secara vertikal maupun horizontal dalam bidang informasi, usaha dan manajemen; meningkatkan kemampuan lembaga gerakan koperasi agar mampu berfungsi dan berperan dalam memperjuang­kan kepentingan dan membawa aspirasi koperasi; dan meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai dan semangat koperasi melalui peningkatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perkoperasian, baik bagi anggota koperasi, pengelola koperasi maupun masyara­kat.

Keempat, meningkatkan akses terhadap teknologi dan mening­katkan kemampuan memanfaatkannya, antara lain dengan mening­katkan kegiatan penelitian dan pengembangan, memanfaatkan hasil penelitian/pengkajian lembaga lain, meningkatkan kegiatan alih teknologi, memberikan kemudahan untuk melakukan inovasi dan mendapatkan hak cipta, memberikan kemudahan untuk modernisasi peralatan, serta mengembangkan dan melindungi teknologi yang telah dikuasai oleh anggota koperasi secara turun-temurun.

Kelima, mengembangkan kemitraan, antara lain dengan mengembangkan kerja sama antarkoperasi, baik secara horizontal, vertikal maupun kerja sama internasional; mendorong koperasi sekunder agar lebih mampu mengkonsolidasi dan memperkukuh jaringan keterkaitan dengan koperasi primer serta mendorong kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya, baik dalam bentuk kontrak dagang, subkontrak, usaha patungan maupun bentuk kemitraan lainnya, yang dilandasi oleh prinsip saling membutuh­kan, saling menunjang dan saling menguntungkan. Kemitraan usaha ini juga dilakukan dengan meningkatkan penjualan saham perusahaan swasta yang sehat kepada koperasi melalui pemberian berbagai insentif dan kemudahan kepada kedua pihak, serta didu­kung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai.

5.8 PROGRAM PEMBANGUNAN KOPERASI

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk mencapai berbagai sasaran di atas, disusun program pembangunan koperasi yang terdiri atas program pokok dan program penunjang yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Program pokok meliputi program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan koperasi; program pengembangan lembaga keuangan dan pembiayaan koperasi; program peningkatan dan perluasan usaha koperasi; program kerja sama antarkoperasi dan kemitraan usaha; dan program pemantapan kelembagaan koperasi. Adapun program penunjang meliputi program pembangunan perkoperasian di daerah tertinggal; program pengembangan informasi perkopera­sian; program penelitian dan pengembangan koperasi; program pembinaan dan pengembangan pemuda di bidang perkoperasian; program peranan wanita di bidang perkoperasian; dan program pengembangan hukum di bidang perkoperasian. Program pokok dan program penunjang tersebut bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan dan usaha koperasi, terutama yang memiliki keterkaitan langsung dengan kepentingan anggotanya yang berusaha di berbagai bidang usaha, baik di perdesaan maupun di perkotaan.

5.8.1 Program Pokok

1. Program Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan Koperasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kewirausahaan, profesionalisme, keterampilan dan wawasan para anggota, pengurus, karyawan, dan pengawas koperasi, termasuk kemam­puan manajemen dan kemampuan memanfaatkan, mengembang­kan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya serta mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya peluang yang terbu­ka bagi pengembangan kegiatan usaha baru. Hal demikian akan mendorong tumbuh dan berkembangnya motivasi masyarakat luas, sehingga koperasi benar-benar mampu menjadi semangat usaha masyarakat. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, pengetahuan, dan keterampilan, serta rasa pengabdian dan tanggung jawab para pembina koperasi agar efisiensi dan efektivitas pembinaan koperasi makin meningkat. Sedangkan program penyuluhan koperasi juga bertujuan menumbuhkan rasa ikut memiliki dan ikut bertanggung jawab dari seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan koperasi menjadi gerakan nasional.

Program ini dilaksanakan terutama dengan kegiatan sebagai berikut :
a.       Menyediakan dan mengembangkan prasarana dan sarana pendidikan, pelatihan, penyuluhan, magang, serta bimbingan dan konsultansi usaha perkoperasian yang memadai;
b.      Meningkatkan pendidikan perkoperasian bagi anggota koperasi tentang hak dan kewajibannya sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi, antara lain melalui penyuluhan dan pelatihan keterampilan usaha; kegiatan ini didukung dengan penyempurnaan materi dan metode pelaksanaan pendidikan anggota agar lebih meningkatkan peran serta mereka;
c.       Meningkatkan produktivitas usaha anggota melalui kelompok untuk mengoptimalkan potensi usaha per­seorangan anggota;
d.      Meningkatkan pendidikan perkoperasian bagi pengurus/ pengelola usaha koperasi melalui penyuluhan, pelatihan manajemen dan keterampilan usaha, praktek kerja (magang), studi banding, dan bimbingan penyusunan kelayakan usaha terapan yang memanfaatkan teknologi tepat;

e.       Meningkatkan pelatihan dan penataran perkoperasian bagi pengawas koperasi, kader, serta wanita, pemuda, dan kelompok strategis lainnya yang berpotensi menjadi motivator koperasi;

f.        Meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi pembina koperasi, termasuk petugas konsultansi lapangan;

g.       Meningkatkan pelatihan, bimbingan dan penyuluhan teknis, serta penyediaan informasi teknologi dalam rangka alih teknologi;

h.       Meningkatkan pelayanan konsultansi manajemen bagi koperasi;

i.         Mengembangkan sistem karier dan sistem balas jasa yang menarik bagi pengelola koperasi;

j.        Mewujudkan proses kaderisasi yang sehat pada gerakan koperasi dengan memanfaatkan media kaderisasi, seperti lembaga pendidikan perkoperasian serta koperasi di kalangan generasi muda;

k.      Meningkatkan kemampuan gerakan koperasi untuk melak­sanakan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perkoperasian; dan
l.         Memasyarakatkan koperasi melalui penyuluhan per­koperasian untuk mewujudkan koperasi menjadi gerakan nasional.

2. Program Pengembangan Lembaga Keuangan dan Pembiayaan Koperasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemupukan modal dan meningkatkan kemampuan memanfaatkan modal, dalam rangka menyehatkan struktur permodalan koperasi.

Program ini ditempuh terutama dengan kegiatan sebagai berikut :

a.       meningkatkan fasilitas pembiayaan dan jaminan pembiayaan yang dibutuhkan koperasi dan anggotanya, termasuk modal ventura;

b.      mengembangkan lembaga keuangan koperasi, antara lain koperasi simpan pinjam, koperasi bank perkreditan rakyat, koperasi pembiayaan, dan koperasi asuransi;

c.       memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada anggota koperasi untuk meningkatkan pemupukan modal sendiri, terutama yang berasal dari simpanan anggota dan dana cadangan, serta pelatihan untuk meningkatkan kemam­puan penyusunan kelayakan usaha koperasi dan pemanfaatan modal koperasi;

d.      memberikan bimbingan dan kemudahan bagi koperasi yang telah berkembang dan maju untuk menerbitkan obligasi dan Surat hutang lainnya; dan

e.       mendorong pemupukan modal penyertaan pada koperasi, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat.

3. Program Peningkatan dan Perluasan Usaha Koperasi
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan koperasi kepada anggotanya, antara lain dengan meningkatkan promosi usaha, menyediakan informasi peluang usaha dan pasar, mengem­bangkan jaringan pemasaran, melaksanakan misi dagang, menye­diakan sarana dan prasarana pemasaran, memberikan bimbingan dan konsultansi pemasaran, serta memantapkan sistem distribusi.


4. Program Kerja Santa Antarkoperasi dan Kemitraan Usaha
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efek­tivitas kegiatan koperasi, baik dalam aspek kelembagaan, yaitu antara lain meningkatkan pendidikan dan pelatihan, maupun dalam aspek usaha yaitu antara lain memperkukuh jaringan usaha kopera­si, meningkatkan keterkaitan usaha, mempercepat proses alih teknologi, meningkatkan kepastian usaha, serta memperluas pemasaran hasil produksi koperasi.

Program ini dilaksanakan terutama dengan kegiatan sebagai berikut :
a.       mengembangkan jaringan usaha koperasi yang lebih luas, antara lain di bidang konsumsi, produksi, pengolahan, pemasaran, dan permodalan;
b.      mengenali potensi usaha koperasi dan badan usaha lainnya, yang didukung oleh penyediaan informasi usaha dan upaya promosi untuk mendorong terjalinnya      hubungan kemitraan usaha dalam berbagai bentuk/pola, yang dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menunjang dan sating menguntungkan;
c.       mendorong spesialisasi usaha di tingkat koperasi sekunder dalam rangka peningkatan konsolidasi, daya guna dan hasil guna kerja sama antarkoperasi dan kemitraan usaha antara koperasi dengan badan usaha lainnya; dan
d.      menyempurnakan konsep dan mekanisme pelaksanaan pola perusahaan inti rakyat (PIR) dalam rangka pelaksanaan demokratisasi ekonomi, meningkatkan kedu­dukan koperasi dan daya tawar (bargaining power) anggota koperasi.


5. Program Pemantapan Kelembagaan Koperasi
Program ini bertujuan untuk menata dan memantapkan kelem­bagaan koperasi agar makin sesuai dengan kebutuhan gerakan koperasi dan selaras dengan perkembangan lingkungan yang dina-mis.

Program ini dilaksanakan terutama dengan kegiatan sebagai berikut :
a.       Menumbuhkan, mengembangkan, dan memandirikan koperasi di perdesaan/KUD, antara lain melalui pembinaan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan koperasi di perdesaan/KUD sehingga mampu mandiri dalam swakarsa, swadaya, dan swakerta, dan mampu berfungsi dan berperan secara optimal dalam perekonomian rakyat; membina untuk memantapkan koperasi di perdesaan/KUD mandiri sehingga mampu memanfaatkan berbagai peluang pengembangan agroindustri dan industri lain di perdesaan; membina untuk mengembangkan KUD mandiri inti di setiap kabupaten sebagai pusat pengembangan koperasi di sekitarnya; serta memberi kesempatan bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi sekunder yang secara spesifik menangani komoditas tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat;
b.      Mengembangkan koperasi di daerah terisolasi, terpencil, perbatasan, dan permukiman transmigrasi;

c.       Menumbuhkan, mengembangkan, dan memandirikan koperasi di perkotaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat perkotaan, antara lain koperasi karyawan/pegawai di lingkungan perusahaan swasta dan BUMN serta di lingkungan instansi pemerintah dan ABRI; dan membina koperasi lainnya di perkotaan, seperti koperasi pedagang pasar dan koperasi serba usaha;

d.      Mengembangkan sistem akuntansi koperasi untuk memperkuat kelembagaan koperasi seiring dengan makin luasnya usaha koperasi sehingga manajemen koperasi lebih transparan dan dapat diaudit;

e.       Meningkatkan kemampuan lembaga gerakan koperasi, antara lain dengan mendorong meningkatnya kerja sama antara lembaga gerakan koperasi dengan himpunan/ asosiasi usaha nasional lainnya, dan dengan lembaga gerakan koperasi internasional di berbagai bidang; di samping itu, mengembangkan sistem dan mekanisme yang lebih efektif untuk meningkatkan pemupukan dana koperasi yang dihimpun oleh lembaga gerakan koperasi dari anggotanya;

f.        Mengenali potensi kelembagaan dan usaha ekonomi rakyat untuk dikembangkan menjadi koperasi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat; dan

g.       Menyusun dan merumuskan peraturan perundang­undangan yang mendukung, dan menghapus produk hukum yang menghambat pengembangan koperasi khu­susnya dan demokrasi ekonomi umumnya.


5.8.2 Program Penunjang
a.      Program Pembangunan Perkoperasian di Daerah Tertinggal
Peran serta koperasi dalam upaya pembangunan daerah ter­tinggal adalah dengan mendorong tumbuhnya kelompok usaha bersama yang produktif, dan selanjutnya diarahkan untuk berkem­bang menjadi koperasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat; serta meningkatkan kualitas dan kemampuan koperasi yang telah ada sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan usahanya kepada anggota dan masyarakat di daerah tertinggal.

Peningkatan kualitas dan kemampuan koperasi di daerah ter­tinggal dilakukan terutama dengan kegiatan sebagai berikut:

a.       Meningkatkan kualitas sumber daya manusia koperasi/ KUD melalui pelatihan, magang, pendidikan, penyuluhan, dan studi banding; di samping itu, juga akan dilakukan penempatan tenaga kerja sukarela terdidik (TKST) serta tenaga sarjana dan terdidik lainnya pada koperasi/KUD di daerah tertinggal, serta peningkatan dan pengembangan kemampuan tenaga penyuluh per­koperasian;

b.      Membangun prasarana dan sarana usaha koperasi, antara lain warung serba ada (waserda) dan tempat pelayanan koperasi (TPK), untuk merangsang kegiatan ekonomi dan penyediaan berbagai kebutuhan masyarakat;

c.       Menyediakan bantuan modal kerja untuk mendukung kelancaran dan pengembangan usaha koperasi/KUD dan anggotanya;

d.      Meningkatkan peran serta koperasi/KUD dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat daerah tertinggal;

e.       Menyediakan informasi peluang usaha dan pasar; dan

f.        Meningkatkan peran serta koperasi/KUD dalam penyediaan energi listrik bagi masyarakat daerah tertinggal, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, termasuk untuk mendorong tumbuh kembangnya berbagai usaha produktif masyarakat.

1.                     Program Pengembangan Informasi Perkoperasian
Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengem­bangkan sistem informasi yang dibutuhkan koperasi, berupa jaring­an informasi kelembagaan dan usaha yang, antara lain, meliputi informasi tentang produksi, informasi pemasaran dalam negeri maupun ekspor, informasi permodalan, serta informasi untuk men­dukung terjalinnya kerja sama, keterkaitan, dan kemitraan usaha.

3.      Program Penelitian dan Pengembangan Koperasi
Program ini bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pengem­bangan koperasi terutama yang berkaitan dengan peningkatan kua­litas sumber daya manusia koperasi; peningkatan akses dan pangsa pasar koperasi; peningkatan akses terhadap sumber permodalan dan struktur permodalan koperasi; peningkatan kemampuan dan akses terhadap teknologi; pemantapan kelembagaan, organisasi, dan manajemen; kemitraan usaha, baik antarkoperasi maupun antara koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya; serta melakukan pengkajian kebijaksanaan untuk mewujudkan pembinaan koperasi secara otonom dalam Repelita VI.

4.      Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda di Bidang Perkoperasian
Program ini dimaksudkan untuk mengembangkan kepeloporan generasi muda dalam pembangunan koperasi, serta pewarisan nilai, semangat, dan jiwa koperasi pada generasi penerus.

5.        Program Peranan Wanita di Bidang Perkoperasian
Program ini bertujuan untuk meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan koperasi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pemberian kesempatan yang luas kepada kaum wanita untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan perkoperasian.

6.      Program Pengembangan Hukum di Bidang Perkoperasian
Program ini bertujuan untuk mengembangkan hukum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang tangguh, mandiri, berakar dalam masyarakat, serta mampu berpe­ran di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat. Program ini meliputi pula kegiatan penyusunan dan perumusan peraturan perundang-undangan di berbagai sektor yang mendukung pembangunan koperasi.


BAB 6
STUDI KASUS KOPERASI DI INDONESIA
Kajian: Nilai Dasar Koperasi dan Efisiensi Ekonomi
1.      Pendahuluan
Sebelum membahas hubungan antara nilai dasar koperasi dan efisiensi ekonomi, perlu dijelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan “nilai”, “prinsip” dan “praktik” dan bagaimana satu sama lain berintegrasi.
Prinsip merupakan gagasan abstrak, yang bersumber dari pengalaman praktis sebagai pedoman kegiatan yang terpercaya, yang tidak terikat oleh waktu dan lingkungan. Ciri0ciri khusus dari prinsip adalah umum, tanpa kecuali dan abadi.
Praktek merupakan metode penerapan prinsip, mengikuti pedoman umum dari prinsip-prinsip, tetapi disesuaikan dengan tuntutan waktu dan lingkungan. Cirri-ciri dari praktek adalah bervariasi dan psesifik, meskipun praktek-praktek tersebut harus tetap sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati.

Kajian: Alternatif Pengembangan Kelembagaan KUD Agribisnis

Kajian: Pemberdayaan dan Profesionalisme Koperasi Sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat

Hasil Penelitian: Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Hasil Usaha Koperasi Unit Desa di Jawa Timur

Tulisan Artikel: Factor Penentu Keberhasilan Usaha Pelembagaan Koperasi

Tulisan Artikel: Strategi Pengembangan Usaha Koperasi

Tulisan Artikel: Pemberdayaan UKM Tidak Hanya Bantuan Modal

Hasil Penelitian: Analisis Kemungkinan Pengembangan Jaringan Usaha Antar Koperasi (JUK) di Sektor Produksi dan Distribusi 



PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM)

1.      PENDAHULUAN
1.1 Kriteria Usulan Berdasarkan Skala Permodalan
1.1.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Usaha Mikro
1). Pengertian usaha mikro
Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-.
2). Ciri-ciri usaha mikro
1)      Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
2)      Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
3)      Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
4)      Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
5)      Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
6)      Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7)      Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
3). Contoh usaha mikro
1)      Usaha tani perorangan, sebagai petani menggarap sawah dengan luasan tertentu;
2)      Petani sayuran tertentu di daerah pertanian sayuran dan petani lainnya;
3)      Nelayan perorangan, dengan memiliki perahu kecil maksimal 5 bauh;
4)      Petani perkebunan dengan lahan sempit atau sebagai buruh perkebunan;
5)      Pengrajin industri makanan, industri meubelair kayu dan rotan, pandai besi pembuat alat-alat, perbengkelan, dll.
6)      Pedagang kaki lima dan pedagang di pasar yang menjual aneka produk;
7)      Anggota dari suatu koperasi tertentu biasanya berskala mikro; dll.
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :
1)      Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang;
2)      Pada umumnya para pelaku usaha: tekun, polos, jujur dan dapat menerima bimbungan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.

1.1.2. Pengertian dan ciri-ciri usaha kecil
1). Pengertian usaha kecil
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
2). Ciri-ciri usaha kecil
1)      Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
2)      Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
3)      Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
4)      Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
5)      Sumberdaya manusia (pengusaha) sudah mulai/lebih maju rata-rata berpendidikan SMU namun masih perlu ditingkatkan pengetahuan usahanya dan sudah ada pengalaman usaha, namun jiwa wirausahanya masih harus ditingkatkan lagi;
6)      Sebagian sudah mulai mengenal dan berhubungan dengan perbankan dalam hal keperluan modal, namun sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning, studi kelayakan dan proposal kredit kepada bank sehingga masih sangat memerlukan jasa konsultan/pendamping.
3). Contoh usaha kecil
1)      Usaha tani perorangan yang memiliki lahan cukup luas dan memiliki cukup buruh tanii;
2)      Petani atau pengusaha sayuran tertentu yang memiliki lahan yang cukup luas dan buruh petani dan perdagangan ke pasar induk atau pasar tradisonal dan ekspor;
3)      Nelayan perorangan, dengan memiliki perahu kecil minimal 10 buah atau sebuah kapal ukuran sedang;
4)      Petani perkebunan dengan luas lahan tertentu dan memiliki buruh perkebunan yang hasilnya cukup diekspor;
5)      Pengrajin industri makanan, industri meubelair kayu dan rotan, pabrik pembuat alat-alat rumah tangga, pengusaha border dll.
6)      Koperasi pada umumnya berskala usaha kecil, anggotanya berskala mikro.

1.1.3. Pengertian dan cirri-ciri usaha menengah
1). Pengertian usaha menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2). Ciri-ciri usaha menengah
1)      Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
2)      Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3)      Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
4)      Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
5)      Telah sering bermitra dan memanfaatkan pendanaan yang ada di bank;
6)      Sumber daya manusianya sudah lebih meningkat banyak yang sudah meraih kesarjanaannya sebagai manajer dan telah banyak yang memiliki jiwa wirausaha yang cukup handal, dll.
3). Contoh usaha menengah
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu:
  • Sektor pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan;
  • Usaha perdagangan, sektor jasa, transportasi;
  • Sektor industri dan pertambangan.

1.2. Kriteria Jenis Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Kriteria jumlah karyawan berdasarkan jumlah tenaga kerja atau jumlah karyawan merupakan suatu tolak ukur yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menilai usaha kecil atau besar. Menurut BPS suatu usaha yang memiliki karyawan kurang dari 4 adalah merupakan usaha rumah tangga atau usaha mikro. Sedangkan usaha yang memiliki karyawan antara 5 sampai 19 adalah usaha kecil. Lebih lanjut usaha yang memiliki karyawan antara 20 sampai 99 orang adalah usaha menengah dan yang memiliki karyawan lwbih dari 100 orang adalah usaha besar.

II. PEMBERDAYAAN UMKM
1.1.  Peranan KKMB
Maksud dari pengembangan konsultan keuangan mitra bank (KKMB) ini adalah mengembangkan suatu jaringan konsultan yang berasal dari berbagai Business Development Service-Provider (BDS-P) atau Lembaga Jasa Pengembangan Usaha (LJPU) yang ada di seluruh daerah di Indonesia dengan meningkatkan kemampuan dalam pendampingan khususnya dibidang keuangan melalui pendidikan dan latihan secara intensif. Sedangkan tujuannya adalah agar KKMB tersebut mampu mempercepat peningkatan UMKM yang dapat bermitra dengan bank sehingga dana yang tersedia di perbankan dapat terserap/dimanfaatkan oleh UMKM secara baik dan pada akhirnya upaya penanggulangan kemiskinan nasional dapat tercapai. Konsultan/pendamping merupakan anggota atau unsur dari LJJPU yaitu Lembaga Penyedia Jasa Pengembangan Usaha (Business Developmet Service Provider / BDS-P) yang memenuhi standar kualifikasi tertentu.

1.2.  Khusus Pemberdayaan Usaha Mikro
1.2.1.      Kendala Pengembangan Usaha Mikro
1)      Kendala usaha mikro :
1.      Kelemahan dalam aspek legal dan formalitas (Perijinan);
2.      Tidak memiliki kekayaan sebagai jaminan kredit sehingga oleh bank dipandang beresiko tinggi;
3.      Lokasi usaha sering kali jauh dari jangkauan Bank;
4.      Volume usaha dan kebutuhan kredit rata-rata per nasabah masih kecil sehingga perbankan menganggap biaya transaksi terlalu tinggi dan tidak efisien;
5.      Kelemahan dalam aspek pengelolaan usaha dan administrasi keuangan;
2)      Kendala pada sisi perbankan :
1.       Bank kurang pengalaman berhubungan dengan debitur pengusaha mikro;
2.       Bank enggan mengalokasikan tenaga dan kredit untuk melayani kredit mikro karena dianggap tidak efisien dan berisiko tinggi.

1.3.  Konsep Pengembangan Usaha Mikro
2.3.1. Pengertian dan Tujuan Pengembangan Hubungan Bank  dengan  Kelompok Swadaya
          Masyarakat.
Konsep Pengembangan Hubungan Bank Dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) adalah suatu pola yang diperkenalkan dan disediakan oleh BI kepada perbankan dan sector riil untuk mengembangkan hubungan keuangan antara bank dan usaha mikro dengan pendekatan kelompok, yang diuraikan sebagai berikut ini (Solider. 2003).
Sebagai tujuan pelaksanan PHBK yang sudah dipraktikkan oleh perbankan, adalah:
1)      Mengembangkan, memperluas dan membudayakan layanan keuangan komersial perbankan kepada pengusaha mikro agar dapat meningkatkan pendapatannya.
2)      Membantu perbankan untuk memperluas segmen pasar usaha mikro secara aman dan saling menguntungkan.

2.3.2. Partisipan dan Sasaran PHBK
1)      Partisipan PHBK adalah:
1.      Bank.
2.      LPSM atau Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat.
3.      Instansi Pemerintah.
4.      Koordinator kelompok.
2)      Sasaran PHBK
Sasaran PHBK adalah Pengusaha mikro yang terganbung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

1.4.  Paket Perkembangan Satuan Usaha Berbasis Klaster
Merupakan suatu kelompok usaha yang menkaitkan antara input-proses-output dan pasar secara terangkai yang berbasis pada satu jenis komoditas (klaster komoditas) atau pada kelompok industri (klaster industri). Paket pengembangan satuan usaha berbasis klaster adalah suatu pengembangan investasi bagi kelompok usaha mikro, kecil, menengah berbasis klaster komoditas atau industri yang mengoptimalkan perluasan kesempatan kerja, pemanfaatan sumber daya local, dan pemasaran yang terangkai.
1.5.  Upaya Khusus Pengembangan Usaha Mikro
2.5.1. Upaya dari Pemerintah
1)      Meningkatkan jumlah lembaga perantara keuangan mikro yang berkelanjutan dan melindungi kepentingan nasabah, melalui pengaturan dan pengawasan yang sesuai;
2)      Mengatasi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran pelayanan di bidang keuangan mikro;
3)      Meningkatkan persaingan, menciptakan kesempatan berusaha yang setara (level of playing field), dan memperbaiki pelayanan dibidang keuangan mikro terutama di pedesaan.

2.5.2. Melalui upaya kerjasama
Sebagai salah satu tindak lanjut kesepakatan bersama antara Ketua Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) dan Bank Indonesia tanggal 22 April 2002, kemudian dalam seminar Nasional Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2003.

1.6.  Model-Model Pola Bisnis UMKM
1.      Pengertian
Adalah skema pengelolaan dan hubungan usaha UMKM yang melibatkan berbagai pihak yang menghasilkan “bisnis rational” yang feasible dan bankable.
2.      Perorangan
3.      Usaha Bersama (Kelompok)
4.      Kemitraan (Inti Plasma)
5.      Pola Bapak Angkat

III. PENINGKATAN KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN UMKM
3.1. Pengertian Wiraswasta/Wirausaha dan Kewirausahaan
Menurut Sumahamidjaya (1971), bahwa wiraswasta berasal dari gabungan dari beberapa kata, yaitu wira-swa-sta yang berarti; wira = utama, teladan, gagah, berani, berbudi luhur, swa = sendiri dan sta = berdiri, sehingga kata swasta berarti berdiri di atas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuannya sendiri. Dengan demikian pengertian wiraswasta adalah suatu kepribadian unggul yang mencerminkan budi luhur dan suatu sifat yang patut diteladani. Karena atas dasar kemampuan sendiri dapat melahirkan suatu sumbangsih karya untuk kemajuan kemanusiaan, yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan.


3.2. Ciri-Ciri Seorang Wiraswasta/Wirausaha
1.      Mempunyai emosi untuk membayangkan keberhasilan atau takut akan kegagalan akan tujuannya.
2.      Berani Menanggung Resiko
3.      Gigih dan Bekerja Keras
4.      Semangat dan Gesit
5.      Memerlukan Umpan Balik
6.      Bertanggung Jawab Secara Pribadi atas Perbuatan-Perbuatan dan Keputusanya
7.      Percaya pada Dirinya Sendiri
8.      Mempunyai Pengetahuan Luas
9.      Kemampuan Untuk Menghimbau
10.  Kecakapan Memimpin
11.  Pembaharu (Inovator)
12.  Memburu Keberhasilan

3.3 Pengenalan Potensi Seorang Wiraswasta
Mengenal potensi diri sendiri atau orang lain untuk bertindak sebagai seorang wiraswasta adalah penting, agar supaya dapat mengetahui apakah seorang itu siap atau belum dalam melakukan wiraswasta suatu jenis usaha tertentu. Untuk mengetahui ciri-ciri apa saja yang belum dimiliki secara memuaskan agar dapat diupayakan atau diperbaiki, dapat dipakai cara pengenalan atau identifikasi potensi seorang wiraswasta yang dikembangkan oleh Anggadiredja dan Djajamihardja (1991) di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (sekarang Institut Bankir Indonesia).

PERENCANAAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM)

I.         PENDAHULUAN
1.1  Pentingnya Perencanaan Usaha
Selain agar usahanya berhasil sesuai dengan harapan atau sekurang-kurangnya dapat meminimalkan terjadinya kegagalan, juga bermanfaat dalam hal-hal sebagai berikut:
1)      Menentukan system manajemen dan susun oragnisasi yang lengkap atau sederhana;
2)      Mengharapkan suatu petunjuk atau pengarahan dan pedoman sesuai dengan tujuan usaha yaitu untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yang optimal.
3)      Mengantisipasi terhadap kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan dalam masa pelaksanaan usaha yang dilalui, dalam perkembangan maupun juga mengenai hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi dan dapat meminimalkan ketidak-pastian.
4)      Menentukan pilihan yang terbaik dari berbagai pilihan (alternative) yang ada.
5)      Dapat melakukan penentuan skala prioritas dalam memilih urut-urutan kegiatan penting sesuai tujuan dan sasaran maupun kegiatan usahanya;
6)      Dapat menemukan suatu alat ukur atau standar sebagai tolak ukur untuk mengadakan pengawasan/evaluasi (control & evaluation).
7)      Dapat merencanakan perluasan produksi dan perluasan pemasaran produk secara menyakinkan;
8)      Perencanaan tersebut sebagai bahan pertimbangan bagi para pemodal apabila berminat untuk menamkan modalnya pada usaha tersebut;
9)      Perencanaan tersebut dapat dipertimbangkan kemungkinan kerjasama dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya; dll.

1.2  Strategi Perencanaan Usaha
Strategi perencanaan adalah sebuah proses yang melibatkan pembahasan kondisi pasar, kebutuhan pelanggan, kekuatan dan kelemahan pesaing, kondisi sosiopolitik, hokum dan ekonomi, perkembangan teknologi dan tersedianya berbagai sumber daya yang dapat menjadi peluang atau hambatan bagi perusahaan (pendapat Gibson, Donnelly, Ivacevich, 1997). Organisasi-organisasi sekarang perlu berfungsi dalam suatu lingkungan atau keadaan yang tidak hanya harus mampu bersaing akan tetapi harus mampu pula bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan lain, bahkan mungkin dengan perusahaan yang dalam hal tertentu bias menjadi pesaing.


1.3  Model Uji Perencanaan
1)      Ukuran/kriteria tanpa diskonto (Undiscounted)
2)      Ukuran/kriteria diskonto (Discounted)
3)      Sumber-sumber Daya Penanaman Modal
4)      Kaitan Analisis Usaha Dalam Kerangka Pembangunan Nasional

II.      ANALISIS EKONOMI DAN ANALISIS FINANSIAL
2.1. Perbedaan Model Analisis
1.      Apabila penanaman modal usaha tersebut dibiayai dari dana pemerintah dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat, maka titik berat analsis/evaluasi adalah pada aspek keuntungan social (social profitabilitas), yang menekankan sampai seberapa jauh manfaat proyek tersebut kepada perekonomian secara keseluruhan.
2.      Bagi usaha-usaha yang dibiayai dari dana swasta maka analisis/evaluasi dititik beratkan pada hasil analsis finansial.

2.2. Faktor Analisis
Di dalam kita melakukan analisis, ada beberapa unsure yang berbeda penilainnya dalam kedua macam analisis tersebut yaitu harga, tingkat bunga dan jenis subsidi.
1.      Penentuan harga
2.      Tingkat bunga pinjaman (bank)
3.      Pajak
4.      Subsidi


III.   RENCANA PENANAMAN MODAL USAHA
3.1 Rencana Penanaman Modal Usaha
Pada dasarnya keputusan apakah sesuatu investasi akan dilaksanakan atau tidak, tergantung pada atau ditentukan oleh dua hal :
1.       Keuntungan yang diharapkan (keuntungan bersih, dinyatakan dalam % per satuan waktu) di satu pihak.
2.       ongkos penggunaan dana, atau tingkat bunga (pinjaman), dilain pihak.


Sehubungan dengan hal itu maka:
1.       Bila keuntungan bersih lebih besar dari tingakat suku bunga, penanaman modal/investasi dilakukan.
2.       Bila keuntungan bersih lebih kecil dari tingkat bunga, penanaman modal/investasi tidak dilakukan atau ditolak;
3.       Bila keuntungan besih sama dengan tingkat bunga, investasi bisa dilakukan atau tidak dilakukan, tergantung pada pemilik modal untuk memutuskannya, karena pada tingkat ini, terjadi yang dinamakan “break event point”.

IV.   SIKLUS SUATU USAHA
4.1  Siklus Usaha dan Kredit
Dalam rangka pengembangan usaha terutama usaha kecil dan menengah, KKMB dianggap perlu memahami tentang pengertian siklus usaha dan kredit sesuai dengan konsep yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (1995),. Dengan memahami pengertian kedua siklus ini, diharapkan KKMB dapat semakin lebih mudah melayani UMKM, baik bagi pengembangan usaha pada tahapan pra kredit, pada tahapan proses akad kredit maupun pada tahapan pasca kredit.

4.2  Tahapan Dalam Siklus Usaha
Kegiatan untuk menginvestasikan sejumlah dana tertentu – baik dengan atau tanpa bantuan kredit dari bank, akan mencakup kegiatan yang seyogyanya dapat dilaksanakan secara runtun/sistematis, sehingga setiap tahapan kegiatan bisa mengantar keberhasilan usaha dalam mengembalikan kewajiban-kewajiban finansialnya.
4.2.1. Identifikasi jenis usaha
4.2.2. Penelitian kelayakan usaha secara rinci
4.2.3. Pengusaha usaha untuk mendapatkan pembiayaan dari bank
4.2.4. Kegiatan persiapan usaha
4.2.5. Pelaksanaan dan Supervisi
4.2.6. Kegiatan “uji coba” atau “trial run”
4.2.7. Masa Produksi/operasional usaha
4.2.8. Kegiatan penyelesaian beban-beban finansial
4.2.9. Pengembangan usaha lebih lanjut



4.3  Rencana Pemanfaatan Dana Kredit
4.3.1. Peranan Kredit
Pemanfaatan atau pemakaian dana kredit perbankan akan sangat bermanfaat bagi penambahan modal dalam rangka pengembangan usaha. Peranan kredit dalam pelaksanaan suatu usaha pada sektor ekonomi tertentu, diawali dari saat permohonan kredit untuk pengembangan usaha tersebut kepada bank tertentu. 
4.3.2. Rencana Jumlah Kredit UMKM
Sebagaimana disebutkan, subtansi pemberdayaan UMKM sebagaimana tercantum dalam Kesepakatan Bersama antara Menko Kesra dan Bank Indonesia, dimana kebijakan Bank Indonesia mencakup tiga pilar, yaitu (1) Penyediaan sumber pembiayaan oleh perbankan, (2) bantuan teknis/program pendampingan serta (3) penguatan kelembagaan yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu Pemerintah melalui Instansi/Departemen teknis terkait dan Bank Indonesia.

4.4  Siklus Kredit
Secara sistematis keseluruhan suatu siklus kredit akan mencakup urut-urutan tahapan kegiatan sebagai berikut :
4.4.1. Pengusulan permohonan kredit kepada bank untuk pengembangan usaha
4.4.2. Penilaian permohonan kredit oleh bank
4.4.3. Membuat kesepakatan antara bank dengan calon nasabah
4.4.4. Persiapan perencanaan oleh calon nasabah
4.4.5. Supervisi kredit, pembinaan dan penyelamatan kredit
4.4.6. Pengembangan lebih lanjut


V.      PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
5.1.  Persiapan Pelaksanaan Usaha
Agar dapat memastikan keberhasilan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga perlu memahami perencanaan pelaksanaan kegiatan usaha kecil yang bersangkutan. Antara lain yang menyangkut kegiatan berikut :
5.1.1.      Kesiapan organisasi dan manajemen
5.1.2.      Kesiapan sumber daya
5.1.3.      Proses produk dan penanganan hasil produksi (barang dan jasa)
5.1.4.      Proses distribusi dan pemasaran
5.1.5.      Pengolahan dana hasil penjualan
5.2.  Penilaian Terhadap Perencanaan Usaha
Penilaian terhadap usulan perencanaan usaha yang memerlukan penyertaan dana dari bank selain data proposal tersebut, juga diperoleh dari pengusaha; perpustakaan; instansi pemerintah dan swasta; tenaga ahli dalam bidang usaha yang bersangkutan; observasi dan peninjauan lapangan. Dan pelaksanaannya terbagi dalam tiga tahapan, yaitu :
1.      Tahap I : Pra penyertaan dana
1)      Tahap penjajahan
2)      Tahap penilaian pendahuluan
3)      Tahap studi kelayakan

2.      Tahap II : Penyertaan dana
1)      Tahap persiapan dan realisasi penyertaan berupa penelitian keabsahan hokum, penilaian kekayaan, penyusunan rencana implementasi serta formalitas penyertaan dana.
2)      Pembangunan proyek
3)      Tahap technical Trial Run

3.      Tahap III : Operasi
Garis besar penilaian atas usulan perencanaan usaha, yang sekaligus merupakan ancer-ancer isi penilaian pendahuluan studi kelayakan adalah sebagai berikut :
1.      Perencanaan usaha baru
2.      Rencana perluasan usaha

4.      Tahap IV : Evaluasi
Setelah kegiatan usaha berjalan satu tahun kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui kinerja dan keberhasilan usaha yaitu dari perolehan manfaat atau keuntungan dana dari kelancaran dalam proses pengembalian kredit. Apabila terjadi peningkatan penghasilan secara total dan lancar dalam pengembalian kredit maka berarti usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan tetap melakukan pembinaan dan perbaikan dalam kinerja.